Dinkes Kalteng Gelar Rapat Evaluasi Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons Kematian Ibu dan

potret kalteng 01 Nov 2024, 14:39:57 WIB PEMPROV KALTENG
Dinkes Kalteng Gelar Rapat Evaluasi Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons Kematian Ibu dan

Keterangan Gambar : Kadis Kesehatan Suyuti Syamsul saat menyampaikan sambutan sekaligus membuka kegiatan


PALANGKARAYA,

POTRETKALTENG.com – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (Dinkes Kalteng) menggelar Rapat Evaluasi Semester Kematian Ibu dan Anak dengan tema Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons (AMPSR) di Hotel Aquarius Palangka Raya pada Kamis (31/10/2024). Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng, Dr. Suyuti Syamsul.


Baca Lainnya :

Dalam sambutannya, Dr. Suyuti menyampaikan bahwa penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. Di dalam RPJMN tersebut, ditargetkan AKI pada 2024 turun menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup, sementara AKB ditargetkan menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup.


Meskipun terdapat penurunan angka AKI dan AKB dalam beberapa tahun terakhir, angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah, masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN. Kalimantan Tengah termasuk dalam 10 provinsi dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu, pada periode 2023–2024, seluruh kabupaten/kota di provinsi ini ditetapkan sebagai Lokus Percepatan Penurunan AKI dan AKB.


Tren Kematian Ibu dan Bayi


Suyuti memaparkan data kematian ibu dan bayi di Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2021, tercatat 98 kasus kematian ibu dengan angka 218 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini menurun menjadi 64 kasus pada 2022 (146/100.000 KH), namun sedikit meningkat pada 2023 dengan 73 kasus (179/100.000 KH). Hingga September 2024, jumlah kematian ibu tercatat 37 kasus. Penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan (48,6%), perdarahan (19%), dan komplikasi non-obstetrik (19%).


Untuk kematian bayi, pada 2021 tercatat 394 kasus dengan angka 7,6 per 1.000 kelahiran hidup, yang kemudian menurun menjadi 371 kasus pada 2022 (8,6/1.000 KH). Namun, pada 2023 jumlahnya kembali meningkat menjadi 439 kasus (10,7/1.000 KH), dan pada 2024 hingga September tercatat 276 kasus. Penyebab kematian bayi yang paling banyak ditemukan adalah gangguan pernapasan dan kardiovaskular (33,5%), berat badan lahir rendah (BBLR) atau prematur (22,5%), dan faktor lainnya (31,2%).


Faktor Penyebab dan Tantangan


Dr. Suyuti menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi di Kalimantan Tengah adalah keterlambatan dalam deteksi dini masalah kesehatan serta keterbatasan akses terhadap penanganan yang tepat. Selain itu, masih terdapat banyak kehamilan yang tidak direncanakan, termasuk kehamilan berisiko tinggi seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan kehamilan dengan kondisi 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak).


Dari data yang ada, sekitar 77% kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit, 24% di rumah, dan 7% dalam perjalanan saat dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit. Sisanya, 4%, terjadi di Puskesmas.


Rekomendasi dan Tindakan Lanjutan


Dalam rangka mencapai target penurunan AKI dan AKB, Suyuti menegaskan pentingnya upaya berkelanjutan dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, serta penguatan tata kelola sistem kesehatan, termasuk pencatatan dan pelaporan yang lebih baik. Ia berharap kegiatan AMP-SR dapat memberikan analisis mendalam untuk mengidentifikasi akar penyebab kematian ibu dan bayi, serta menghasilkan rekomendasi yang konkret untuk mencegah kematian serupa di masa depan.


Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Tim Fasilitator AMP-SR Nasional dan Tim AMP-SR Provinsi Kalimantan Tengah, dengan peserta dari rumah sakit daerah, terdiri dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi (SpOG), dokter spesialis anak (SpA), serta penanggung jawab kesehatan ibu dan anak (KIA).


Melalui evaluasi dan kolaborasi yang intensif, diharapkan langkah-langkah preventif dan responsif yang lebih efektif dapat diambil untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Kalimantan Tengah.(yin)



mmc kalteng







+ Indexs Berita

Berita Utama

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment